Minggu, 02 Oktober 2011

MANAQIB HABIB UMAR BIN MUHAMMAD BIN HUD AL-ATTAS


Nama besar Habib Umar bin hud al-attas amat dikenal luas, hingga sampai ke mancanegara. Banyak kisah keramahnya yang masih beredar dari mulut ke mulut hingga sekarang, karena memang banyak orang yang pernah menyaksikan atau mengalaminya sendiri. Orang terkadang menyebutnya Habib Umar cipayung karena mejelis maulid nabi Muhammad saw yang setiap tah...un ia gelar di sekitar wilayah puncak, jawa barat, mereka datang berbondong-bondong sebagai pencinta rasulullah saw dan juga tentunya sebagai pencinta Habib Umar.

USIA PANJANG DAN BERKAH

Habib Umar lahir di Huraidhah, Hadramaut, Yaman Selatan dan dibesarkan dilingkungan keluarga Alawiyyin pada masa yang disebut-sebut sebagai masa keemasan. Saat itu kaum solihin, ulama Amilin (para ulama yang mengamalkan ilmunya), serta kalangan arifin masih mudah ditemui. Sebagai salafus sahalihin menggambarkannya dengan metafora “Tumbuhnya Para Wali Bagaikan Tumbuhnya Jamur Dimusim Hujan”. Diantara mereka terdapat nama-nama besar seperti Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi (seiwun), Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas (Huraidhah), Habib Abdullah bin Umar As-Syatiri (Tarim).

Habib Muhammad bin Hasan ayah Habib Umar adalah seorang yang saleh. Sekitar 20 tahun, ia berhikmah mengurus masjid Syaikh Abdul Kadir Al-Jailani yang berada di Huraidhah, sebelum akhirnya ia berhijrah kenusantara.
Suatu saat, Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas menyampaikan Bisyarah (kabar baik) perihal kehamilan syarifah Nur binti Hasan Al-Attas, istri Habib Muhammad, “ ia akan melahirkan seorang anak laki-laki yang panjang usianya, penuh dengan keberkahan, serta akan banyak orang yang datang untuk bertawasul dan bertabaruk hendaknya di beri nama ‘Umar’, sebagai pengganti kakaknya yang juga bernama ‘Umar’ yang telah wafat ketika sedang bersama ayahnya di Indonesia.”

Benar yang dikatakan Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas, anak laki-laki yang dilahirkan itu, yang kemudian diberi nama ‘Umar’, kelak tumbuh besar dengan keberkahan Allah SWT karuniakan kepadanya sepanjang hidupnya hingga orang-orang pun mendatanginya untuk menimba keberkahan Allah SWT yang melimpah ruah pada dirinya.

JAKARTA – BOGOR BERSEPEDA
 
Semasa kecilnya, ia di asuh kakaknya, Habib Salim, dan membantunya bekerja di kebun kurma untuk meringankan beban keluarganya. Saat itu ia masih belum balig, masih berusia belasan tahun.
Di waktu kecilnya itu, ia memiliki keterampilan menulis khath yang indah. Hal itu menjadi salah satu tanda akan kecintaannya pada ilmu serta kebiasaannya dalam membaca dan menulis.

Beberapa waktu setelah wafat sang bunda, ia mendapat surat dari ayahnya untuk segera datang ke Indonesia, saat itu beliau masih berusia 15 tahun. Disebutkan, surat itu ia terima pada malam hari dan keesokan harinya ia segera berangkat menuju Indonesia.

Meski sewaktu di Hadraumaut ia didikan Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas, sesampai di Indonesia ia masih merasa perlu untuk menimba ilmu. Apalagi ia masih muda, tak pernah ia berfikir bahwa ilmu yang di tuntutnya di Hadramaut telah cukup hingga tak perlu lagi berburu ilmu disini. Di Indonesia Habib Umar mendatangi dan menimba ilmu dari ulama pada masa itu, termasuk ayahnya sendiri Habib Muhammad, guru-guru yang lain diantaranya, Habib Muhammad bin Alwi Al-Attas Az-Zabidi (Jakarta), Habib Muhsin bin MUHAMMAD AL-ATTAS (alhawi), Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas (Bogor), Habib Alwi bin Muhammad Al-Hadad (Bogor), Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi (Surabaya), Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdor (Bondowoso).

Diriwayatkan, ia sering melakukan perjalanan dari Jakarta menuju kediamaan Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas di wilayah Empang Bogor dengan menggunakan sepeda. Jarak yang demikian jauh tak sedikitpun mengundurkan semangat dalam menimba ilmu para ulama dan bertabaruk pada mereka, disela-sela kesibukannya ia berdagang untuk memenuhi keperluan hidupnya.

HANYA TAKUT PADA ALLAH SWT
 
Habib Umar sempat menetap di johor, Malaysia. Suatu kali, ia pernah di undang untuk menghadiri acara Maulid Nabi di istana Sultan Johor, yang diselenggarakan pada malam jum’at. Namun, ia tak memenuhi undangan tersebut, sebab ia telah istiqomah mengadakan maulid setiap malam jum’at dirumahnya. Jika selain malam jum’at, ia akan hadir, itu pun dengan catatan, sultan hadir dari awal hingga selasai maulid. Sikapnya tersebut menunjukkan bahwa tak ada 1 mahluk pun diatas muka bumi ini yang membuat hatinya takut. Ia hanya takut dan tunduk pada Allah SWT.

Tahun 1956, ia mendapat isyarah untuk menetap di kota Mekkah, maka
berangkatlah ia bersama sebelas anggota keluarganya dengan menggunakan kapal laut. Di tengah laut, badai pun datang, kapten kapal segera memerintahkan semua awak kapal dan para penumpang agar bersiap menghadapi kemungkinan akan tenggelam kapal tersebut. Tapi Habib Umar malah mengajak semua keluarganya untuk masuk kamar dan membaca Ratib Al-Attas bersama-sama. Alhamdulillah, belum selesai dibaca, badai pun reda.

Beberapa tahun tinggal di kota Mekkah, ia hijrah ke Singapura dan ia kembali hijrah ke Indonesia dan tinggal di Pasar Minggu,Jakarta Selatan. Disana ia sempat membangun masjid dan madrasah dan beri nama oleh sahabatnya, Habib Shaleh tanggul, “As-Sa’adah”, yang bermakna kebahagiaan. Kini kepengurusannya di lanjutkan oleh salah satu putranya Habib Salim bin Umar Al-Attas. Setelah lama tinggal di sana Habib Umar pindah lagi ke kawasan Condet, Jakarta Timur, hingga akhir hayatnya.
 
 
TELADAN YANG MULIA.

Habib Umar adalah orang yang istiqomah dalam ketaatan kepada Allah SWT. Ibadahnya selalu ia usahakan terjaga sempurna, bahkan juga dalam pakaian, yang selalu ia pisahkan antara pakaian sehari-hari dan pakaian untuk sholat. Hal ini telah menjadi kebiasaan bagi dirinya sejak muda hingga akhir hayatnya.

Salah seorang pembantu Habib Umar mengatakan, ia sering melihat Habib bangun tengah malam mulai dari pukul sebelas malam hingga shalat subuh. Hingga suatu saat, pembantunya itu dikejutkan oleh suara tangisan yang terdengar dari kamar Habib Umar. Segera pembantunya menghampiri Habib dan menanyakan hal itu.

Ternayata, jawab Habib Umar, “ Saya tertidur dan terlambat bangun satu jam untuk beribadah kepada Allah Swt.” Suatu saat, ia terbangun pada pukul 24.00 wib. Subhanallah, padahal itu terjadi saat ia sudah berusia lebih dari 90 tahun.

Di usia tuanya, Habib Umar masih sangat disiplin waktunya dalam beribadah.
Demikianlah sosok Habib Umar, yang selalu meneladani kehidupan datuknya, Rasulullah Saw. Bukankah dulu kaki Rasulullah Saw sampai bengkak karena berlama-lama shalat di malam hari.

Itulah sebabnya, dakwah Habib Umar kelak sangat menekankan pentingnya mengenal sosok Rasulullah Saw dan mengamalkan apa yang beliau amalkan. Diantaranya lewat usahanya untuk menysiarkan maulid Nabi Saw, dan pembacaan Ratib Al-Attas. Tak terhitung banyaknya cetakan kitab maulid Ad-Diba’i, yang di dalamnya memuat sejarah hidup dan keteladanan Rasulullah Saw, telah ia bagi-bagikan dengan cuma-Cuma. Begitu juga cetakan kitab bacaan Ratib Al-Attas.

Meski banyak orang yang ingin selalu dekat dengan Habib Umar atau menghadiri setiap acara yang Habib Umar gelar, hal itu bukan alasan baginya untuk menjadi seorang yang tinggi hati. Ia tetap pelayan yang baik untuk para tamu yang datang. Harta yang ia miliki pun hanya berada di tangannya, tak sedikitpun yang masuk di hatinya. Karena itu, demi menjamu dan memuliakan tamu yang datang, tanpa merasa berat ia pernah menyembelih 1.600 ekor kambing, 2 ekor sapi, dan menghabiskan 25 ton beras untuk sekali peringatan maulid nabi yang diselenggarakannya.

Habib Umar memang seorang yang senang menjamu tamu, sebelum kondisi fisiknya yang semakin melemah, ia sering bangun dari duduknya untuk menyambut dan memuliakan setiap tamu yang datang. Ia bangun rumah yang besar dan mewah, dengan harapan tamu yang datang menjadi senang, sebab tamu-tamunya sangat banyak.

Orang-orang sering mencium tangannya, namun, Habib Umar sendiri sering mencium balik tangan mereka baik dari kalangan habaib ataupun bukan, yang besar ataupun kecil, sungguh teladan yang sangat mulia.
 
 
KUNCI KEBERKAHAN
 
Dibalik itu semua, banyak pihak yang menilai, berbagai keistimewaan yang ada pada diri Habib Umar itu tak lain karena keberkahan orang tua. Ia memang dikenal sebagai anak yang sangat taat dan berbakti pada kedua orang tuanya.

Sewaktu kecil, Habib Umar senantiasa membawakan tempat air berukuran besar untuk mengisi penampungan air guna keperluan ibunya. Ditengah terik panas matahari gurun pasir yang menyengat, ia pulang pergi dari rumah yang terletak di pegunungan ke tempat pengambilan air dengan jarak yang sangat jauh, tak lain untuk memenuhi penampungan air yang akan di gunakan sang bunda.

Saat itu penduduk sampai sering menggambarkannya sebagai “ tempat air yang berjalan sendiri ” dan ada pula yang mengatakan “ tempat air yang dibawa oleh jin ”, karena tubuhnya yang masih kecil sehingga tak terlihat dari kejauhan dan tertutup oleh besarnya tempat air yang ia pikul.

Diriwayatkan, ketika ayahnya telah lanjut usia, ia sampai tidur dibawah tempat tidur sang ayah, sehingga ia mudah terjaga untuk menggendong bila ayahnya terjaga dan hendak kekamar mandi, atau membantu menyediakan keperluan lainnya di malam hari. Siang harinya, ia berdagang untuk memenuhi kebutuhan nafkah dirinya dan orang tuanya.

Saat itu Habib Umar tinggal di bilangan kwitang dan hidup di masa Habib Ali kwitang masih mengasuh majelis ta’limnya yang terkenal itu. Namun karena lebih mementingkan merawat sang ayah, sampai-sampai ia tak sempat menghadiri majelis-majelis di luar rumah, termasuk majelis ta’lim Habib Ali Al-Habsyi. Seluruh waktunya benar-benar ia gunakan untuk berkhidmat pada orangtuanya.

Rabu malam, 11 Agustus 1999, jutaan umat dikejutkan kabar wafatnya. Habib Umar wafat dalam usia sekitar 108 tahun, puluhan ribu pencintanya berta’ziyah kerumahnya dan keesokan harinya melepasnya hingga ketempat peristirahatannya yang terakhir, dikompleks pemakaman Alhawi cililitan, ditengah-tengah makam para awliya’ lainnya.

Saat wafat, Habib Umar meninggalkan beberapa putra dan putri : Habib Husein, Habib Muhammad, Habib Salim, syarifah Raguan

1 komentar: